Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Otonomi milik siapa?

Rabu, 25 Desember 2013 19.18 WIB Beberapa hari yang lalu (bagi mereka yang memperhatikan berita dengan seksama) tentu telah mengetahui bahwa RUU ASN telah disahkan oleh DPR-RI dan tinggal menunggu tanda tangan dari Presiden untuk kemudian dilakukan penomoran. DPR-RI kemudian memberikan waktu paling maksimal 2 (dua) tahun bagi pemerintah untuk membuat aturan pelaksana dari UU pengganti UU 43/1999 itu, yakni Peraturan Pemerintah, sehingga setiap aturan yang terkandung di dalamnya bisa untuk cepat terlaksana. Akan tetapi DPR-RI hanya memberikan waktu maksimal 6 (enam) bulan bagi pemerintah untuk membentuk Komite     Aparatur Sipil Negara (KASN), sebuah lembaga baru yang akan mengurusi setiap fit & proper test bagi pengisian jabatan dan di tahun 2015 Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara harus sudah terwujud. 3 (tiga) tugas yang cukup berat bagi pemerintah, yang tentunya akan efektif dilaksanakan di masa kepemimpinan Presiden baru setelah Pak SBY nanti. Ya, sebuah konsekuensi logis

RUU ASN dan Eksistensi IPDN

Senin, 09 Desember 2013 16.01 WIB Pemerintah dan DPR intensifkan pembahasan RUU ASN “Jangan kaget kalau dalam bulan Desember ini DPR akan ketok palu untuk mengesahkan RUU ASN menjadi undang-undang,”   Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa  Setelah cukup lama meredup, ASN kini kembali menghangat. Untuk beberapa orang, terutama mereka yang berada di luar masalah kepegawaian, ASN memang bukan merupakan sebuah isu yang menarik untuk diperbincangkan.  Tapi disadari atau tidak, sebenarnya semua masyarakat di Indonesia bersentuhan langsung dengan masalah ini.  Kenapa seperti itu? Karena kepegawaian di sini berkenaan dengan PNS dan PNS itu merupakan pelayanan bagi masyarakat.  Masyarakat mau tidak mau pasti akan berurusan dengan PNS untuk mendapatkan pelayanan. Terutama pelayanan di bidang administrasi dan terutama karena Indonesia belum seperti Amerika atau negara-negara maju lainnya. Yang telah mampu untuk berjalan tanpa campur tangan lebih dari neg

Generasi idiot, benarkah?

Minggu, 08 Desember 2013 20.01 WIB Einstein pernah berkata, "I fear the day when technology overlaps our humanity. It will be then that the world will have permanent ensuing generations of idiots." Di dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas tentang benar atau tidaknya quote tersebut. Ya, ada orang yang memperdebatkannya. Tidak sedikit orang yang menyatakan bahwa Eisntein semasa hidupnya tidak pernah mengatakan hal itu tapi banyak juga yang meyakini bahwa kalimat itu adalah benar ucapan Einstein. Terlepas dari itu semua, teknologi informasi dalam bentuk media sosial memang telah membuat sebuah masyarakat baru. Masyarakat tanpa batas dalam artian yang sangat luas. Tidak berhenti disitu, media sosial juga ternyata mampu merubah kebiasaan setiap orang yang menggunakannya. Konstruktif, tapi kadang justru destruktif. Bahkan dalam bentuk yang lebih ektrim atau radikal, banyak orang yang menjadi candu terhadapnya.  Media sosial kemudian semakin jumawa ketika seakan menda

Psikologi Masa

Minggu, 24 November 2013 16.23 WIB Kurang lebih 2 (dua) atau 3 (tiga) minggu belakangan ini, kami ( mahasiswa/praja yang berada tingkat 4 empat atau tahun terakhir ), sedang “dihebohkan” oleh sebuah tugas penentu kelulusan bernama Laporan Akhir (bagi kami yang D4) dan Skripsi (bagi mereka yang S1). Sederhanaaya laporan akhir (LA) atau skripsi merupakan sebuah tulisan ilmiah sebagai syarat kelulusan kami dari kampus ini. Dari sudut pandang akademisi, karena kami adalah sekumpulan mahasiswa yang memang berada di jalur akademis, seharusnya dan idealnya, LA ataupun skripsi bukan merupakan sebuah monster yang menakutkan.   Karena sedari awal, ketika kami memutuskan untuk menjadi bagian dari sebuah perguruan tinggi, sebuah lembaga pendidikan, tentu menyadari dengan sangat waras bahwa akan selalu dihadapkan pada setiap tugas berkenaan dengan bidang akademis. Tapi disini hal itu menjadi cerita lain, atau bahkan juga menghinggapi setiap mahasiswa di luar sana, LA ataupun skripsi tetap sangat

Konspirasi

http://detikislam.com/wp-content/uploads/2013/02/konspirasi.jpg SENIN, 18-11-2013 09.14 WIB Di dalam situs Wikipedia.org , disebutkan bahwa teori konspirasi atau teori persekongkolan adalah teori-teori yang berusaha menjelaskan bahwa penyebab tertinggi dari satu atau serangkaian peristiwa ( pada umumnya peristiwa politik, sosial, atau sejarah ) adalah suatu rahasia dan seringkali memperdaya, direncanakan diam-diam oleh sekelompok rahasia atau organisasi yang sangat berkuasa atau berpengaruh. Masih menurut situs yang sama, disebutkan bahwa ada dua kubu utama penganut teori ini. Kelompok pertama adalah mereka yang hanya percaya bahwa segala hal mungkin terjadi apabila ada dukungan argumentasi yang kuat, fakta akurat, data ilmiah, pendapat yang bisa diverifikasi kebenarannya, tokoh-tokoh yang nyata, sejarah yang memang ada dan bukan mitos. Sedangkan kelompok kedua adalah mereka yang percaya tanpa syarat alias mereka yang menganggap apapun yang terjadi sudah dirancang sedemikian rup

Penegasan batas daerah dan kesejahteraan masyarakat.

RABU, 13-11-2013 14.20 WIB Seperti yang telah diketahui bersama, indikator atau ukuran bagi tingkat kesejahteraan masyarakat di dunia ini dapat dilihat dari : a.    Tingkat pendapatan atau daya beli; b.    Tingkat kesehatan;dan c.    Tingkat pendidikan; Pada perkembangannya, ada juga beberapa pihak yang menambahkan unsur keamanan pada pengukuran tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Adapun pencantuman tingkat pendapatan atau daya beli masyarakat di urutan pertama jelas bukan tanpa sebuah alasan. Tingkat pendapatan merupakan faktor pertama dan utama yang nantinya akan mempengaruhi pada dua indikator lainnya.  Logikanya adalah tingkat pendapatan atau daya beli yang tinggi maka dengan sendirinya masyarakat akan mampu untuk memiliki tingkat kesehatan dan pendidikan yang tinggi juga. Walaupun hal ini bisa untuk terus dilakukan argumentasi pembalikan, dalam artian ketiga indikator ini akan selalu bisa untuk menempati urutan pertama atau menjadi skala prioritas utama tapi

Where are you, motivation?

KAMIS, 31-10-2013 14.01 WIB   Lama tak bersua, lama tak lagi menari di atas keyboard laptop tua ini. Bila boleh saya kembali ke belakang, mengingat lagi apa yang telah terlalui untuk menjadikannya sebuah pembelajaran, maka hal ini, sedikit banyak, persis sama pernah saya alami ( baca : bukan Galau ).   Mungkin dengan sebab yang sedikit berbeda tapi akibat yang dihasilkannya sungguh sama.   Saya kembali mengulang fase kehilangan sentuhan ajaib untuk mampu terus berpikir kritis dan menumpahkannya secara sistematis dalam tulisan.   Ini seharusnya menjadi sebuah hobi bagi saya dan sepantasnya sebuah hobi, maka saya harus mengerjakannya untuk mengalahkan segala jenuh yang menimpa.   Tapi lagi dan lagi, realita berselingkuh dari teori, atau teori yang tidak mampu menerima utuh realita, atau justru realita yang tidak mau menampung teori?   Yang jelas, menulis itu tak lagi memberikan gairah karena tak lagi mampu menghilangkan kejenuhan dan tak bisa untuk dilakukan d

DP-3 nasibmu kini

http://4.bp.blogspot.com/-9QG3QOlhY3A/T6jWJwyL7kI/AAAAAAAAAHc/g7Vhiy7e3u4/s1600/DP3+PNS+-+Cecep+Husni+Mubarok.jpg RABU, 02-10-2013 11.29 WIB Ini karena di semeseter 7 (tujuh) terdapat mata kuliah Teknik Evaluasi Kinerja Aparatur dan ini karena saya tertarik dalam pembahasan mengenai DP-3 bagi PNS di birokrasi Indonesia. Maka ini-lah opini terbaru saya. PNS sampai dengan saat ini masih mendapat kritikan tajam nan pedas dari masyarakat. Masyarakat itu sendiri merupakan “pemilik” ( owner ) dari organisasi pemerintah. Sehingga wajar dan jelas apabila mereka menuntut sebuah kinerja yang optimal dari para pegawainya. Lalu kenapa PNS selaku pegawai pemerintah, bawahan dari masyarakat, masih juga dikritik oleh pemiliknya? Bukankah kritikan berarti ada yang salah dengan kinerjanya? Lalu kenapa setelah dikritik bahkan oleh pemiliknya langsung, masih saja belum terdapat perubahan signifikan? Ada apa? Mengapa? Bila boleh saya melemparkan sebuah wacana untuk pertanyaan itu maka saya akan men

Pegawai atau Pebisnis? Pt. III

"sa hormat dan bangga yang sangat tinggi saya sampaikan kepada Bung Adima, ssaya merasa sangat bangga sekali tulisan saya di respon dengan sangat antusias oleh Bung. Bukti nyata bahwa kita sangat berhasrat untuk memperbaiki Republik tercinta ini. Semoga saja semangat menggelora ini terus kita jalin dan bakar sampai Ibu Pertiwi benar-benar tersenyum bahagia.   Dan kemudian saya melihat ada sedikit keraguan dalam diri Bung tentang menilai masa depan saya yang di anggap “mendua” oleh Bung. Saya sangat bahagia sekali ini lah bukti bahwa kita keluarga dengan Bung sangat peduli dengan bayangan masa depan saya.   Dan dengan segala kerendahan hati tanpa rasa ingin membantah pendapat atau pun menyanggah pendapat bung apalagi membuka jurang pemisah dalam perjuangan kita nau’dubillah, izinkan saya mencurahkan isi hati saya sebagai saudara kepada Bung yang memang kita saudara kandung satu rahim manglayang. Sekali lagi saya mengulang bahwa ini adalah sekolah kader pemimpin bangsa yang di c

Pegawai atau Pebisnis? pt. II

SELASA, 17 SEPTEMBER 2013 09.53 WIB Di dalam tulisan yang “tempo hari” , hasil diskusi semalam suntuk dengan beberapa sahabat. Ternyata harus berbuntut panjang. Setidaknya dalam koridor yang positif. Adu argumen yang tidak mengedepankan emosi. Saling menguatkan satu sama lainnya. Ketika ada yang lebih kuat, salah satu diantara kami akan mengalah, tidak lantas terus berdebat, terus berputar, terus, dan terus tak berpangkal. Maka jauh lebih baik apabila anda terlebih dahulu membaca tulisan “balasan” dari sahabat saya ini, selamat menikmati dan terprovokasi   "Tulisan ini di tujukan untuk menjawab atas pertanyaan Bung Adima yang di tertuang dalam tulisan beliau tempo hari.   Dan kemudian Bung bertanya ini sekolah bisniskah? Atau sekolah  pemerintahankah?  Saya jawab ini adalah sekolah pemerintahan. Sudah jelas tertera dalam  nomeklatur sekolah ini. Namun saya tegaskan pemerintahan disni adalah pemerintahan dalam arti luas bukan hanya arti pemerintahan dalam kardus susu bub